- Judul film : Josee to Tora to Sakana-tachi (Josee, the Tiger and the Fishes)
- Tahun produksi : 2020
- Direktor : Tamura Kotaro
- Penulis naskah : Seiko Tanabe
- Produser : Shuzo Kasahara, Koichiro Mukai, Mari Suzuki
- Penayangan : Sayaka Kuwamura
- Sinematografer : Nao Emoto
- Editor : Kumiko Sakamoto
- Desain : Yuji Kaneko
- Musik : Evan Call
- Pengisi Suara :
- Josee (Kiyohara Kaya)
- Suzukawa Tsuneo (Nakagawa Taishi)
- Kishimoto Kana (Lynn)
- Matsuura Hayato (Okitsu Kazuyuki)
- Ninomiya Mai (Miyamoto Yume)
- Yamamura Chizue (Matsutera Chiemi)
- Durasi : 98 Menit
Seorang mahasiswa Biologi Kelautan, Suzukawa Tsuneo bercita-cita untuk belajar di luar negeri dan menyelam di perairan tropis di Meksiko. Tapi rencananya untuk masa depan terganggu ketika dia bertabrakan pada di tengah jalan pulangnya dengan seorang gadis berkursi roda yang menyebut dirinya sebagai Josee, meskipun neneknya memanggilnya sebagai Kumiko yang memang merupakan nama aslinya. Tsuneo ditambah saat itu sedang mencari penghasilan tambahan untuk mendukung pembiayaan beasiswa menggapai cita-citanya ke Meksiko. Nenek Josee yang tahu bahwa Tsuneo membutuhkan uang, tampaknya karena iseng, nenek Josee yang terlalu protektif mempekerjakannya sebagai pengasuh paruh waktu, dan keterlibatan Tsuneo terhadap kisah hidup Josee, vice versa dimulai meskipun Josee menuntut dan kasar, dia dan Tsuneo saling memperluas wawasan satu sama lain. Ketika tragedi menimpa keduanya, secara terpisah, mereka dipaksa untuk mempertanyakan apa yang mereka inginkan dari masa depan.
Josee yang Terkekang
Setelah kejadian bertabrakannya Josee dengan Tsuneo di malam musim dingin, neneknya semakin protektif kepada Josee bahkan mengingatkan Tsuneo untuk tidak mengajaknya keluar karena takut bahwa Josee akan mengalami kecelakaan atau setidaknya kemalangan atas dirinya tercermin bahwa neneknya menerapkan prinsip “Soto wa moujuu bakari no abunai basho” (Dunia luar adalah tempat berbahaya yang dipenuhi monster) dan kata-kata ini sangat menempel sekali di benaknya.
Saat Tsuneo dipaksa oleh Josee untuk mengajaknya pergi ke pantai di sekitar Osaka, ketidakfamiliaran Josee mengoperasikan tiket mesin ataupun menggunakan suica (kartu trip kereta) hingga keberadaannya tidak terasa bahkan mengganggu bagi sebagian orang yang melintas, mencirikan bahwa tidak hanya Josee terkekang oleh keluarganya sendiri dari menjadi seorang manusia yang sebenarnya terlepas dari kekurangan yang dimilikinya melainkan lingkungan sekitarnya mengekang Josee bahwa dunia ini tidaklah cocok bagi seseorang yang menyandang disabilitas.
Josee yang terkekang tidak hanya oleh saudara sedarahnya maupun lingkungannya merasa cemas dalam berinteraksi, kehilangan percaya diri menyebabkannya gugup karena memikirkan apakah dirinya pantas berada di lingkungan yang tidak menginginkannya. Rasa kesal dan pasrahnya tergambar dari kepalan tangannya yang disorot secara khusus yang berujung keinginan Josee mengakhiri hidupnya di perlintasan kereta dekat rumahnya yang ditolong oleh Tsuneo.
Josee telah lama merasakan hidup dalam kebosanan untuk menerima sugesti bahwa ia menyandang disabilitas yang seharusnya duduk diam karena tidak bisa melakukan apa-apa. Kenangan menikmati dunia luar hanyalah pada masa kecilnya bersama orang tuanya di kala masih ada. Sekalipun rumahnya di dekat laut, Josee belum pernah merasakan asinnya air laut yang sebatas hanya mendengar cerita ayahnya yang juga pernah menceritakannya kalau mengumpulkan sepuluh daun semanggi, keinginan dapat terkabul ataupun bercerita bahwa dengan menghitung lubang tatami dapat membuat seseorang tertidur.
Semua Berubah ketika Tsuneo M̶e̶n̶y̶e̶r̶a̶n̶g̶ Datang
Fungsi Tsuneo di sinilah sebagai kunci berjalannya cerita. Meskipun Josee memang diperlukan, tapi alurnya akan monoton bila tanpa kehadiran Tsuneo.
Josee yang terkekang mau tidak mau menikmati hari-harinya dengan membaca buku. Namun, apa yang diberitahu oleh buku terutama novel dari Francois Sagan bukanlah perumpamaan apa yang terjadi di luar sebenarnya. Josee membayangkan dunia luar mengikuti penuturan buku-buku yang dibacanya yang kemudian dituangkan setiap bayangan pemikirannya ke dalam sebuah gambar yang lama-kelamaan menjadi renjana dirinya. Sebagian memperlihatkan Josee bagaimana New York dan Paris menjulang dan indah menghiasi, namun dunia luar yang diharapkan Josee menjadi tidak masuk akal di mana ia berangan-angan berenang mengitari Osaka menjadi puteri duyung bersama ikan-ikan.
Di sini Tsuneo bermainkan perannya menghadirkan dunia luar yang sesungguhnya ke hadapan mata Josee dengan berusaha mengganti pemikiran di benaknya bahwa dunia luar memang tidak semerbak layaknya dunia fantasi, namun banyak hal lain yang lebih indah tetapi masuk akal. Josee pun dari masa inilah mulai merasakan dan belajar hal-hal baru seperti memakan makanan crepe, melihat pesawat terbang, bahkan melihat langsung dalamnya lautan di akuarium publik Osaka yang mengubah cara pikirnya sekaligus menghilangkan kesepiannya karena adanya interaksi dengan Tsuneo.
Tsuneo mengajari pula Josee untuk berkomunikasi tidak hanya dengannya, melainkan kepada lingkungannya bahwa tidak ada yang untuk ditakuti oleh Josee, siapapun bisa melakukannya selama ada kemauan dan pemikiran positif. Hal tersebut berbuah hasil, meskipun pada tahap awal tidak mungkin adanya perubahan secara total, dengan gugup malu, Josee berusaha berinteraksi yang menghasilkan temannya seorang pustakawan bernama Kana-chan karena sesama penyuka karya Francois Sagan. Josee juga mau membacakan buku anak yang berpapasan dengannya meskipun sempat dikecewakan akibat nada penyampaiannya yang kaku, namun Josee menyadari bahwa potensinya telah keluar melalui penceritaan gambar yang membuat kagum anak tadi.
Masalah Dilema
Tsuneo yang telah mengubah hidup Josee dari kebosanan menjadi berwarna atau menurut neneknya sebagai layaknya papan Glico yang siap berlari, serta pandangan Josee terhadapnya dari sekadar seorang Kanrinin (Pelayan) menjadi seseorang yang selalu mengisi harinya menuruti kemauannya bahkan yang dahulu membuatnya kesal kini membuatnya tawa.
Berbeda dengan karakter dalam versi film aslinya, inkarnasi Tsuneo ini sangat diidealkan ia menjadi seorang siswa teladan dan pria yang memiliki kesabaran yang tampaknya tak habis-habisnya dengan perilaku buruk Josee dalam membuatnya bersosialisasi. (Josee sangat suka memerintah; dia menyebutnya sebagai ‘orang bodoh’ atau ‘pelayanku’, dan pada satu kesempatan, Josee menggigitnya.) Namun perlu dicatat, bahwa Tsuneo juga bekerja sampingan di toko perlengkapan selam tempat Tsuneo bekerja paruh waktu terdapat rekan wanitanya bernama Mai, gadis lain yang jauh lebih baik, yang tidak akan pernah bermimpi menenggelamkan giginya ke rekan kerjanya. Mai diam-diam jatuh cinta pada Tsuneo, tapi kasih sayangnya tak terbalas.
Menyadari cintanya tidak pernah akan tersampaikan ke Tsuneo, ditambah Tsuneo yang semakin memperhatikan Josee daripada dirinya yang tidak pernah dilihatkannya kecuali ketika pasar malam di mana Tsuneo pun tengah dalam keadaan mabuk akibat tidak tahan mengurus Josee pada awal-awalnya, akhirnya keegoisan dari seorang Mai terlihat saat mengkonfrontasi Josee mengatakan Tsuneo peduli karena simpati dan Josee dianggap menghalangi jalan Tsuneo untuk meraih beasiswa ke Meksiko.
Plot cerita yang telah dikembangkan kembali buat turun hampir ke arah nol oleh Koutarou dengan membuat Josee menyadari kembali seperti awal-awal di mana ia memikirkan bahwa lingkungannya menolak kehadirannya dan Tsuneo hadir hanya berpura-pura baik karena melihat kekurangan Josee. Ditambah tampaknya Josee pernah mengalami trauma kehilangan teman/partnernya atas kehadiran tokoh yang baru dengan melihat keakraban Mai dan Tsuneo melupakan kalau Josee masih berada di tempat yang sama terlepas kecemburuan yang disandangnya.
Ketika cinta muncul di antara dua wanita atas satu pria, di sanalah konflik terjadi.
Plot Dramatis
Josee yang kembali terpuruk dalam pemikiran negatifnya, kembali dihujani dengan kejadian-kejadian malang lainnya. Beberapa hari berselang, neneknya tiada. Dengan pandangan yang semakin kosong karena tekanan batin yang dialami Josee, membuatnya mengurung diri. Di tengah kemalangannya itu, pekerja sosial yang dipanggil oleh tetangganya memberi tahu kepada Josee bahwa dirinya nanti akan ditempatkan sebagai pekerja kantoran. Bukan hanya mengalami kemalangan yang luar biasa, ia bahkan kehilangan renjananya dalam bidang seni rupa.
Semakin besar tekanan yang diberikan pada Josee akhirnya ia memutuskan untuk menerima semua kemalangan tersebut dimulai dari mengakhiri hubungannya dengan Tsuneo agar bermaksud bagi Josee melepaskan kekangan terhadap Tsuneo yang terikat karena simpati melalui tugasnya yang “terakhir” untuk membawa Josee ke laut lagi. Sesampainya di sana kemurungan atas Josee digambarkan dengan langit yang mendung akan turun hujan dengan angin yang berhembus kencang menyiratkan bahwa beban yang diterima Josee begitu bertubi-tubi.
Adegan ini mengingatkan betul kepada sinetron-sinetron yang kerap tayang di televisi swasta empat huruf bahwa ketika seorang tokoh dalam kondisi yang murung, maka cuacanya pun akan mengikuti perasaannya. Apalagi adegan dramatis kecelakaan Tsuneo yang hendak menyelamatkan Josee yang kursi rodanya tersangkut benar-benar khas dari sinema Indonesia di mana tokoh memilih diam daripada menyelamatkan diri menarik Josee ke arah trotoar seperti menyelamatkan Josee di saat pertama kali bertemu.
Mungkin ada yang berpikiran, toh, memang Josee ini bila diserialisasikan jatuhnya juga sinetron-sinetron jua. Perubahan plot seharusnya bisa digambarkan dengan adegan yang tidak familiar bukan yang sudah pasaran untuk menyeimbangi cerita-cerita yang sudah menarik sebelumnya.
Singkat cerita, plot berubah, Tsuneo diprediksi dapat menjadi lumpuh yang tidak hanya menambah kembali beban bagi Josee, juga menghilangkan semangat hidupnya Tsuneo dengan kedatangan dosennya memberitahu jika masih belum sembuh maka beasiswa dibatalkan dan kelumpuhan Tsuneo membuatnya tidak bisa menyelam lagi.
Penanaman Nilai Tersirat
Kemalangan yang bertumpuk banyak menyadarkan Josee bahwa jika ia memutuskan untuk diam, kemalangan lainnya akan terus bertambah, sehingga ketika Tsuneo dalam masa perawatan, Josee selalu berusaha menjenguknya hingga memberinya semangat untuk tidak membuang semua cita-citanya yang akan berujung menyedihkannya sama seperti Josee yang memberikan pesan bahwa manusia perlu tindakan untuk perubahan, diam saja pun tidak mengubah keadaan sama sekali.
Pesan lainnya yang disampaikan adalah penyesalan akan muncul terakhir maupun mengumpat akan menyengsarakan orang lain di sekitarnya dan si pengumpat melalui kedatangan Mai yang datang menjenguk sekaligus menyampaikan bahwa ia menyukai Tsuneo sejak dulu dan kemalangannya timbul akibat umpatan Mai yang tidak ingin Tsuneo pergi ke Meksiko melainkan berada di sisinya selalu.
Josee yakin melalui cintanya yang tulus dan saling percaya dengan Tsuneo menyatakan kepada Mai saat Mai bertaruh atas Tsuneo bahwa kedekatan dengan seseorang tetap kalah ketika seseorang tersebut menaruh kepercayaannya. Tsuneo benar berusaha kembali untuk sembuh dan Josee berusaha memberikan dorongannya dari belakang.
Masalah akan membuat seseorang tegar dan bijak tercermin dari Josee yang tidak hanya kembali berusaha mengambil renjananya menjadi ilustrator paruh waktu di samping kerja kantorannya, juga mulai berlatih public speaking yang dibuktikannya melalui cerita putri duyung buatannya untuk Tsuneo yang dikerjakan Josee selama perawatannya. Alhasil? Tidak hanya membuat penceritaan yang telah lancar meyakinkan anak-anak tetap duduk, juga membuat Tsuneo tersentuh dan termotivasi hingga dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit pada 25 Desember tepat di Hari Natal.
Konklusi
Sudah beberapa tahun sejak penayangan film anime beraliran romansa seperti Your Name (Kimi No Na Wa) dan A Silent Voice (Koe no Katachi) yang mengungkapkan anime dalam kehancuran emosional dalam skala yang sampai sekarang tak terbayangkan. Sementara banyak anime sejak saat itu yang telah mencoba untuk menangkap kembali pencapaian emosi tertinggi, dan terendah yang penuh air mata seperti Mirai, Fireworks: Should we See it from the Side or the Bottom, dan bahkan karya Makoto Shinkai sendiri selepas Your Name, Weathering with You, kini masuk ke dalam daftar baru, Josee, Tiger and the Fish.
Josee dengan syukurnya menyajikan sebuah akhir bahagia yang bagi penikmat romansa begitu terpuaskan dengan tambahan adegan spesial di pengujung setelah Tsuneo berusaha mencari Josee yang seharusnya dijadwalkan bertemu saat keluar dari rumah sakit. Namun bagi Josee, menjadi seseorang mandiri dalam benaknya, padahal kemandirian dapat bisa diraih tanpa perlu meninggalkan seseorang yang dicintai.
Film ini juga dimanjakan oleh visual Osaka maupun lautan berikut dengan makhluk yang ditinggal di sana dengan penggambaran pemandangannya yang memanjakan mata, ditambah pula dengan sorotan-sorotan visual tertentu untuk menegaskan pesan tersirat dalam adegan yang dibawakannya. Belum lagi, musik latar yang diracik Evan Call selaras dengan visualnya dan disambungkan dengan lagu Shinkai yang bernada menggugah semangat dan diakhiri Ao no Waltz bernada romansa yang sama-sama diusung oleh Eve penyanyi anisong terkenal di kalangan penikmat jejepangan.
Film sederhana yang menggambarkan kehidupan jepang yang dibangun untuk mengajarkan yang berat yang harus dilalui oleh seseorang yang patah harapan dan kehilangan semangat, bahkan kehidupan di luar sana banyaknya kehadiran tiger, tetapi harus mengingat bahwa di samping itu banyak fish yang selalu menemani dan menyemangati aliran yang dilewati.